Rabu, 14 Januari 2015

Materi Pertemuan ke-4 Ekonomi Koperasi

BAB 9 

EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI ANGGOTA


1.  Efek-Efek Ekonomis Koperasi

     Salah satu hubungan penting yang harus dilakukankoperasi adalah dengan para anggotanya, yang kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

     Motivasi ekonomi anggota sebagi pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah di serahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual /pembeli di luar koperasi.

Pada dasarnya setiap anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi :

1.      Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya

2.      Jika pelayanan itu di tawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di banding yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.

2   2.  Efek Harga dan Efek Biaya


     Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.


     Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.


      Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.


3.  Analisis Hubungan Efek Ekonomis dengan Keberhasilan Koperasi

Dalam badan usaha koperasi, laba (profit) bukanlah satu-satunya yang di kejar oleh manajemen, melainkan juga aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi anggota dengan koperasinya. Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang di terima oleh anggota. Keberhasilan koperasi di tentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partispasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang di dapat oleh anggota tersebut.

4.  Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan


Di sebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinu di sesuaikan. Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya.

Adanya tekanan persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi).

Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di tawarkan oleh koperasi.

Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi yang dating terutama dari anggota koperasi








BAB 10

EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI PERUSAHAAN


1.  Efisiensi Perusahaan Koperasi 

Koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota.
·         Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya dihubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau diperolehnya manfaat ekonomi
·         Efisiensi adalah penghematan input yang diukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (la) dengan input realisasi atau seharusnya (ls), jika ls < la disebut efisien
Dihubungkan dengan waktu terjadinya transaksi atau diperolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat yaitu:
1.       Manfaat Ekonomi Langsung (MEL), yaitu manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung diperoleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya
2.       Manfaat Ekonomi Tidak Langsun (METL),yaitu manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi diperoleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan atau pertanggung jawaban pengurus dan pengawas, yakni penerimaan SHU (Sisa Hasil Usaha) anggota.
>  Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
TME = MEL + METL
MEN = (MEL +METL) – BA

>  Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat dihitung  dengan cara sebagai berikut:
MEL = EfP + EfPK +EvP + EvPU
METL = SHUa

Efisiensi Perusahaan atau Badan Usaha Koperasi:
a).   Tingkat efisiensi biaya pelayanan badan usaha ke anggota
(TEBP) = RealisasiBiayaPelayanan
Anggaran biaya pelayanan
Jika TEBP < 1 berarti  efisiensi biaya pelayanan badan usaha ke anggota

b).  Tingkat efisiensi badan udaha ke bukan anggota
(TEBU) = RealisasiBiaya Usaha
Anggaran biaya usaha
Jika TEBU < 1 berarti efisiensi biaya usaha

2. Efektivitas Koperasi 

Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (Oa), dengan output realisasi atau seharusnya (Os), jika Os > Oa disebut efektif.
Rumus perhitungan efektivitas koperasi (EvK) adalah sebagai berikut:
EvkK = RealisasiSHUk + Realisasi MEL
Anggaran SHUk + Anggaran MEL
Jika EvK > 1, berarti Efektif


3.  Produktivitas Koperasi 

Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika O>1 maka disebut produktif.
Rumus perhitungan Produktifitas Perusahaan Koperasi adalah:
·         PPK (1) =        SHUk           x 100%
Modal Koperasi
Setiap Rp.1,00 Modal Koperasi menghasilkan SHU sebesar Rp…
·         PPK (2) = Lababersihdariusahadengan non anggota x 100%
Modal Koperasi
Setiap Rp.1,00 modal koperasi menghasilkan laba bersih dari usaha dengan non anggota sebesar Rp…

4.  Analisis Laporan Koperasi 

Analisis Laporan Koperasi Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi. Laporan Keuangan Koperasi berisi:
1.       Neraca,
2.       Perhitungan hasil usaha (income statement),
3.       Laporan arus kas (cash flow),
4.       Catatan atas laporan keuangan
5.       Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan.






BAB 11

PERANAN KOPERASI DI PASAR


1. Persaingan Sempurna 

Suatu pasar disebut bersaing sempurna jika terdapat banyak penjual dan pembeli sehingga tidak ada satu pun dari mereka dapat mempengaruhi harga yang berlaku, barang dan jasa yang dijual di pasar adalah homogen, terdapat mobilitas sumber daya yang sempurna, setiap produsen maupun konsumen mempunyai kebebasan untuk keluar-masuk pasar; setiap produsen maupun konsumen mempunyai informasi yang sempurna tentang keadaan pasar meliputi perubahan harga, kuantitas dan kualitas barang dan informasi lainnya, tidak ada biaya atau manfaat eksternal berhubungan dengan barang dan jasa yang dijual di pasar.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
- Adanya penjual dan pembeli yang sangat banyak
- Produk yang dijual perusahaan adalah sejenis (homogen)
- Perusahaan bebas untuk mesuk dan keluar
- Para pembeli dan penjual memiliki informasi  yang sempurna

2. Monopolistik 

Pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein,menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Ciri-cirinya :
·         Banyak pejual atau pengusaha dari suatu produk yang beragam
·         Produk yang dihasilkan tidak homogen
·         Ada produk substitusinya
·         Keluar atau masuk ke industri relatif mudah
·         Harga produk tidak sama disemua pasar, tetapi berbeda-beda sesuai dengan keinginan penjualnya


3. Monopsoni 

Ciri-ciri pasar monopsoni
1.  Terdapat banyak penjual tetapi hanya ada satu pembeli
2.  Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Salah satu contoh monopsoni juga adalah penjualan perangkat kereta api di Indonesia. Perusahaan Kereta Api di Indonesia hanya ada satu yakni KAI, oleh karena itu, semua hasil produksi hanya akan dibeli oleh KAI.
3.  Apabila seorang pengusaha membeli suatu factor produksi secara bersaing sempurna dengan pengusaha lain,maka ia secara perorangan tidak bisa mempengaruhi harga dari factor produksi itu.


4. Oligopoli

Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dua strategi dasar untuk Koperasi dalam pasar oligopoli yaitu strategi harga dan nonharga
Jenis-jenis pasar Oligopoli:
1. Pasar oligopoly murni.
Barang yang diperdagangkan sama fisiknya (identik), hanya berbeda merknya saja.
2. Pasar oligopoly dengan pembedaan (differentiated oligopoly).
Barang yang diperdagangkan dapat dibedakan. Perusahaan mengeluarkan beberapa    produk untuk piihan konsumen.

Ciri-ciri pasar Oligopoli:
1. Terdapat banyak pembeli di pasar.
2. Hanya ada beberapa perusahaan(penjual) yang menguasai pasar.
3. Umumnya adalah penjual-penjual (perusahaan) besar yang memiliki modal besar saja (konglomerasi). 






BAB 12

PEMBANGUNAN KOPERASI

1. Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembangadalah sebagai berikut :
a) Sering koperasi, hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
b) Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
c) Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
2. Konsepsi mengenai sponsor pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap.
a) Tahap pertama : Offisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi.
Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program yang berkaitan dengan pengkoperasian yaitu :
I. Kebijakan dan program pendukung yang diarahkan pada perintisan dan pembentukan organisasi koperasi, kebijakan dan program ini dapat dibedakan pula, atas kebijakan dan program khusus misalnya untuk :
- Membangkitkan motivasi, mendidik dan melatih para anggota dan para anggota pengurus kelompok koperasi.
- Membentuk perusahaan koperasi ( termasuk latihan bagi para manager dan karyawan)
- Menciptakan struktur organisasi koperasi primer yang memadai ( termasuk sistem kontribusi dan insentif, serta pengaturan distribusi potensi yang tersedia) dan,
- Membangun sistem keterpaduan antar lembaga koperasi sekunder dan tersier yang memadai.
II. Kebijakan dan program diarahkan untuk mendukung perekonomian para anggota, masing-masing, dan yang dilaksanakan melalui koperasi terutama perusahaan koperasi yang berperan seperti organisasi-organisasi pembangunan lainnya.
b) Tahap kedua : De Offisialisasi
Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara.
Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi .artinya, bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi.
1) Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
2) Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
3) Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4) Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan)
5) Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu
6) Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Secara singkat dapat dibedakan tiga tipe konflik tujuan yang satu sama lain tidak cukup serasi :
a. Koperasi serba usaha yang diarahkan untuk melaksanakan membawa pengaruh negatif terhadap kepentingan anggota atau fungsi-fungsi yang merupakan tugas instansi pemerintah, yang terhadap loyalitas hubungan antara anggota dan manajer
b. Perusahaan koperasi diarahkan bertentangan dengan kepentingan para anggota untuk menjual hasil produksi para anggota engan harga yang lebih rendah dari harga pasar sebagai satu bentuk sumbangan terhadap stabilisasi harga secara umum.
c. Mungkin terkandung maksud atau asumsi bahwa perusahaan koperasi dapat meningkatkan kepentingan yang nyata atau sesungguhnya dari para anggota dan merangsang perubahan sosial ekonomi itu,tidak dipertimbangkan secara matang keadaan nyata dari para petani kecil yang menjadi anggota, struktur lahan dan pola produksi mereka, kebutuhan dan tujuan mereka.
Perkembangan koperasi sebagai Organisasi mandiri yang otonom
 Setelah berhasil mencapai tingkat swadaya dan otonom, koperasi-koperasi yang sebelumnya disponsori oleh Negara dan mengembangkan dirinya sebagai organisasi swadaya koperasi bekerja sama dan didukung oleh lembaga-lembaga koperasi sekunder dan tersier.






SUMBER  :

Kamis, 08 Januari 2015

Tugas Tulisan "Demokrasi dalam Pancasila"

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Alasan Pemilihan Judul
Republik Indonesia, jelas merupakan suatu Negara demokrasi, seperti Nampak pada alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang antara lain berbunyi “… dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bahwa republic Indonesia Negara demokrasi juga Nampak dari pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat”, tetapi bukan demokrasi liberal dan juga bukan demokrasi rakyat, melainkan demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi pancasila yang menyangkut kehidupan politik pemerintah dan kehidupan politik rakyat, dapat menjadi sarana untuk menggalang kekuatan nasional yang pada akhirnya dapat menjelma menjadi ketahanan nasional, khususnya dibidang politik. Dewasa ini bangsa dan Negara Indonesia sedang berusaha mengembangkan wujud demokrasi Pancasila yang setepat-tepatnya dapat berpengaruh positif dalam pembinaan ketahanan nasional.

1.2              Tujuan dan Ruang Lingkup Penulisan
Maksud dan tujuan penulisan ini ialah untuk ikut menyumbangkan bahan-bahan pikiran dalam rangka pembinaan kehidupan politik yang sesuai dengan jiwa dan semangat demokrasi Pancasila. Pelaksanaan demokrasi Pancasila dapat menyangkut kehidupan politik pemerintah dan kehidupan politik rakyat. Kehidupan politik berkaitan dengan soal-soal kehidupan lembaga-lembaga Negara, fungsi dan wewenangnya serta hubungan satu dengan lainnya, atau dapat juga disebut bidang supra struktur politik. Sedangkan kehidupan politik rakyat berkaitan dengan pengelompokan rakyat ke dalam golongan-golongan kekuatan sosial politik, atau sering jugadisebut bidang infra struktur politik.
Disadari bahwa demokrasi Pancasila seharusnya diterapkan pula dibidang kehidupan ekonomi, social budaya dan sebagainya, tetapi pada kesempatan ini, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, penulisan ini ditujikan untuk membahas secara garis besar penerapan demokrasi Pancasila dibidang kehidupan politik dan pemerintahan saja, yang sedapat-dapatnya mencakup bidang supra struktur dan infra strutur politik dimaksud.

1.3              Pokok Persoalan
Pokok persoalan dalam tulisan ini ialah bagaimana menciptakan kehidupan politik (sektor pemerintah dan sektor rakyat) yang sesuai dengan jiwa dan semangat demokrasi Pancasila.
Jawaban atas pertanyaan ini adalah apabila mekanisme demokrasi pancasila berdasarkan UUD 1945 diwujudkan dalam mekanisme pemerintahan yang nyata.





BAB 2
KEHIDUPAN POLITIK YANG SESUAI DENGAN DEMOKRASI PANCACILA

2.1       Arti Demokrasi Pancasila
            Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau dijiwai oleh Pancasila, bahkan salah satu sila dari Pancasila yaitu sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, merupakan perumusan yang singkat dari demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu perlu diingat bahwa sila-sila dari Pancasila merupakan rangkaian kesatuan, yang tak terpisahkan, tapi tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Pengertian demokrasi Pancasila menurut para ahli:
·                     Prof. Drs. Notonagoro SH
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan yang adil dan beradab, yang berpesatuan Indonesia dan yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
·                     Prof. Dardji Darmodihardjo, SH
Demokrasi pancasila itu adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadiaan dan filsafat hidup bangsa Indonesia, yang diwujudkan seperti ketentuan ketentuan yang ada dalam Pembukaan dan Undang undang Dasar 1945.
            Ciri-ciri khas demokrasi Pancasila pada aspek materiilnya ialah kekeluargaan dan kegotong-royongan yang bernafaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang dimaksudkan dengan kekeluargaan ialah kesadaran budi pekerti dan hati nurani manusia yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk social untuk saling tolong-menolong. Oleh karena itu ciri-ciri khas ini perlu dipertegas dengan ciri khas pada aspek formal, yaitu pengambilan keputusan sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian tidak akan terjadi “dominasi mayoritas” maupun “tirani minoritas” sebab pengertian atau paham mayoritas serta minoritas tidak selaras dengan semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan.


2.2       Aspek-Aspek Demokrasi Pancasila
            Pembahasan arti demokrasi Pancasila seperti diuraikan pada 2.1 dapat diperlengkapi dengan pembahasan melalui aspek-aspeknya. Mengikuti pembahasan dari beberapa pihak dapatlah dikemukakan adanya enam aspek, yaitu: aspek formal, aspek material, aspek normative, aspek optatif, aspek organisasi, dan aspek kejiwaan.

a.       Aspek Formal
Aspek formal demokrasi Pancasila mempersoalkan “proses dan caranya rkyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan dalam pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai consensus bersama”. Aspek ini, terutama yang menyangkut proses penunjukan wakil-wakil rakyat melalui Pemilihan Umum, diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1969 tentang pemilihan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1975 dan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1980. Terakhir Undang-Undang itu diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1985.

b.      Aspek Materil
Meskipun aspek formal demokrasi Pancasila telah terpenuhi belum berarti bahwa demokrasi Pancasila telah terwujud, karena aspek formal hanya memperlihatkan bentuknya saja. Terlepas daripada kenyataan-kenyataan praktek kehidupan bernegara dalam hukum, kesamaan terhadap kesempatan dan jaminan akan hak-hak dan kewajiban asasi serta kebebasan fundamental manusia merupakan prinsip-prinsip materil demokrasi Pancasila.
B.     Aspek Normatif
Aspek normatif demokrasi Pancasila mengungkakpakan seperangkat-seperangkat norma-norma yang menjadi pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan. Seperangkat norma-norma tersebut harus dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh manusia yang menjadi anggota pergaulan hidup bernegara, baik ia sebagai penguasa negara maupun ia sebagai warga negara biasa.
Dalam demokrasi Pancasila beberapa norma yang penting dan harus ditonjolkan di sini adalah:
·         Persatuan dan Solidaritas, adanya saling keterbukaan antara penguasa Negara dan warga
Negara. Saling keterbukaan ini memungkinkan adanya dialog yang mengarah pada pengintegrasian berbagai macam gagasan, pendapat dan buah pikiran.integrasi tersebut dapat memperkokoh persatuan dan solidaritas.
·         Keadilan, dalam menyelenggarakan keadilan ini perlu diperhitungkan adanya kesamaan dan perbedaan antar manusia. Keadilan dikemukakan sebagai berikut: keadilan commutative, distributive, creative, vindicativa, legalis, dan protective. Seluruh keadilan ini dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan manusia terhadap manusia, mencegah tindakan sewenang-wenang dan menciptakan ketertiban dan perdamaian.
·         Kebenaran, kesamaan antara gagasan dan pernyataan dalam kata dan perbuatan, atau antara kepribadian dan pengakuannya. Norma keadilan akan lebih berarti bagi manusia apabila dibarengi dengan norma kebenaran. Ketiga norma tersebut di atas ditambah dengan norma kebenaran. Ketiga norma tersebut diatas ditambah dengan norma cinta, yaitu cinta kepada bangsa, tanah air, Negara, dan sesame warga Negara dapat dituangkan ke dalam peraturan hukum positif dan menjadi “aturan permainan” dalam melaksanakan demokrasi Pancasila, yang harus ditaati oleh siapapun.

C.     Aspek Optatif
Aspek Optatif demokrasi Pancasila, mengetengahkan tujuan atau keinginan yang hendak dicapai. Adapun tujuan tersebut ada tiga, yaitu :
1)      Terciptanya Negara Hukum, ciri-ciri Negara hukum :
§  Supremasi hukum, yaitu ketaatan kepada hukum atau “rule of law” baik pemerintah maupun warga Negara biasa.
§  Kesamaan kedudukan warga negara dalam hukum atau “equality before the law”
§  Pembagian kekuasaan-kekuasaan politik secara factual dan operasional dan menyerahkan masing-masing kekuasaan kepada badan-badan tertentu.
§  Prinsip bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi serta kebebasan fundamental merupakan kuasa daripada konstitusi atau UUD
2)      Terciptanya negara kesejahteraan atau “welfare state” yaitu negara berkewajiban
menyelenggarakan kesejahteraan dan kemakmuran semua warga negaranya. Menurut paham ini negara wajib memperhatikan sebesar-besarnya nasib warganegara masing-masing, memberikan kepastian hidup, ketenangan dan taraf hidup yang layak bagi kemanusiaan yang adil dan beradab.

3)      Terciptanya negara kebudayaan atau “culture state” yaitu negara yang berkewajiban
membimbing, bukan menguasai kebudayaan nasional. Karena sifat kebudayaan nasional sangat erat pertaliannya dengan sifat negara maka peningkatan kebudayaan, misalnya melalui pendidikan dalam arti luas, dengan sendirinya membawa peningkatan daripada negara.

D.    Aspek Organisasi
            Aspek organisasi demokrasi pancasila mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksanaan demokrasi pancasila dimaksud, dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hubungan ini dapat dibedakan antara :
·         Organisasi sistem pemerintah atau lembaga-lembaga negara
·         Organisasi lembaga-lembaga dan kekuatan-kekuatan social politik dalam masyarakat.
            Organisasi sistem pemerintahan atau lembaga-lembaga negara dan organisasi lembaga-lembaga dan kekuatan social politik ini hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan dua sisi atau dua muka dari hal yang satu yaitu demokrasi Pancasila.
            Organisasi sistem pemerintahan dalam demokrasi pancasila dapat ditemukan ditingkat pusat atau nasional dan apat pula ditemukan di tingkat daerah dan lokal, yang kesemuanya telah diatur dan diterapkan dalam UUD 1945.


E.     Aspek Kejiwaan
            Sekalipun aspek-aspek yang telah disebutkan di point-point sebelumnya telah tersusun dengan baik namun belum menjamin penyelenggaraan demokrasi Pancasila, jika tiddak disertai atau dilengkapi dengan aspek kejiwaan. Aspek kejiwaan demokrasi Pancasila adalah “semangat” seperti yang dipakai dalam penjelasan tentang UUD 1945, Umum IV, dalam kalimat sebagai berikut :
            “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidup negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemerintahan”.
Dalam jiwa demokrasi Pancasila kita mengenal:
v  Jiwa demokrasi Pancasila pasif, yaitu jiwa yang meminta perlakuan secarademokrasi Pancasila sesuai dengan hak-hak warga negara dan manusia dalam persekutuan, golongan atau organisasi dan dalam masyarakat negara.
v  Jiwa demokrasi Pancasila aktif, yaitu jiwa yang mengandung kesediaan untuk memperlakukan pihak lain, sesame warga negara dan manusia dalam persekutuan, golongan atau organisasi-organisasi dan dalam masyarakat negara sesuai dengan hak-hak yang diberikan oleh demokrasi Pancasila.
            Jiwa demokrasi Pancasila pasif dan aktif ini menghendaki warga negara berkepribadian, yang disatu pihak berani menuntut hak-haknya, dan pihak yang lain memiliki watak cukup untuk memberikan hak-hak atau memenuhi kewajiban. Di samping itu juga dikehendaki manusia yang adil dan berada, dengan toleransi yang tinggi, tenggang-menenggang serta saling menghormati.
v  Jiwa demokrasi Pancasila rasional, yaitu jiwa obyektif dan masuk akal tanpa meninggalkan jiwa kekeluargaan dalam pergaulan masyarakat negara,
v  Jiwa pengabdian, yaitu kesediaan berkorban demi menunaikan tugas jabatan yang didudukinya dan yang lebih penting lagi adalah kesediaan berkorban untuk sesame manusia (masyarakat) sekelilingnya dan masyarakat yang ada di negara.

2.3       Suasana Kehidupan Politik Suatu Bangsa
            Dalam rangka menguraikan pelaksanaan demokrasi Pancasila dalam praktek pemerintahan yang nyata (real government mechanism) maka terlebih dahulu perlu diperkenalkan sistem politik yang berlaku pada setiap negara pada umumnya. Sistem politik suatu negara akan selalu meliputi dua suasana kehidupan yaitu :
a)      Suasana kehidupan politik pemerintahan (the governmental political sphere), merupakan hal-hal yang bersangkut-paut dengan kehidupan lembaga-lembaga negara yang ada, suasana politik pemerintaha ini pada umumnya dapat diketahui pertama-tama di dalam peraturan-peraturan tertulisnya.
b)      Suasana kehidupan politik rakyat (the socio-poolitical sphere), hal-hal yang bersangkutan dengan pengelompokan warga negara atau anggota masyarakat ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut sebagai kekuatan social politik dalam masyarakat. Infrastruktur politik ini mempunyai 5 unsur atau komponen yaitu :
1)      Partai politik (political party)
2)      Kelompok kepentingan (interest group)
3)      Kelompok penekan (pressure group)
4)      Media komunikasi politik (political communication media)
5)      Tokoh politik (political figure)
Suasana kehidupan politik pemerintahan (organisasi sistem pemerintahan) dan suasana kehidupan politik rakyat (organisasi kekuatan-kekuatan social politik) hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

2.4       Mekanisme Demokrasi Pancasila
            Berbicara tentang pelaksanaan demokrasi Pancasila sebenarnya kita berbicara tentang mekanisme. Mekanisme berasal dari istilah “mechanism”, yaitu suatu istilah di dalam ilmu teknik mesin. Dengan meningat arti yang diberikan ole hilum teknik mesin itu, maka istilah mekanisme selanjutnya dapat diberi pengertian yang agak umum sebagai : suatu susunan yang terdiri dari bagian-bagian yang dalam hubungan antara satu dengan lainnya, menjelaskan satu kesatuan yang berproses.
            Mengenai mekanisme demokrasi Pancasila sudah diatur dalam UUD 1945, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan demokrasi Pancasila pada lembaga-lembaga konstitusional di tingkat pusat maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan demokrasi Pancasila pada lembaga-lembaga konstitusional di tingkat daerah.
a)                  Mekanisme pada Lembaga-Lembaga Konstitusional Tingkat Pusat
Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada lembaga-lembaga konstitusional di tingkat Pusat menurut UUD 1945, harus mengikuti prinsip-prinsip yang termuat dalam UUD 1945 atau yang melatar belakangi UUD 1945 tersebut di sampingnya mengikuti prinsip-prinsip mekanisme demokrasi Pancasila pada umumnya.
·         Cita-Cita kenegaraan kekeluargaan
Telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong. Pancasila dan cita-cita kenegaraan bangsa Indonesia termuat di dalam pembukaan UUD 1945 dan oleh karena itu ketentuan-ketentuan selanjutnya dalam pasal-pasal UUD 1945 diliputi oleh suasana cita-cita kenegaraan kekeluargaan.
Cita-cita kenegaraan ini sesuai dengan sifat kodrat manusia yang monodualistis, dalam arti bahwa manusia di samping sebagai individu yang mandiri ia juga sebagai makhluk social, yaitu bersama-sama dengan individu lain merupakan anggota masyarakat. Berhubungan dengan itu manusia harus memiliki toleransi yang besar, menghormati dan menghargai sesamanya, memperlakukan sesamanya sesuai dengan harkat dan martabatnya makhluk Tuhan. Untuk terwujudnya hal ini diperlukan sifat kekeluargaan.
Di samping cita-cita kenegaraan kekeluargaan tersebut, di dalam ilmu politik dikenal adanya tiga macam cita-cita kenegaraan yaitu:
a.      Kolektivisme, yang berpendirian bahwa manusia merupakan bagian saja dari masyarakat (kolektiva), tanpa masyarakat ia tidak berarti apa-apa oleh karena itu segala usaha harus diarahkan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat; individu kurang mendapatkan perhatian; cita-cita kenegaraan ini pada umumnya dijumpai negara-negara yang menganut paham komunisme, dimana cita-cita kenegaraan adalah klas (klas pekerja) sebagai salah satu perwujudan dari kolektiva.
b.      Individualisme, yang berpendirian bahwa manusia merupakan individu yang mandiri, dimana segala usaha ditujukan untuk menjamin kelangsungan hidup dan tercapainya kebahagiaan individu; cita-cita kenegaraan ini pada umumnya dijumpai di negara-negara Barat yang menganut sistem demokrasi liberal.
c.       Integralisme, yaitu paham nasionalisme integral, dimana negara bersatu dengan rakyat dan mengatasi seluruh golongan yang ada dalam segala lapangan kehidupan dengan kepemimpinan yang mutlak; cita-cita kenegaraan demikian ini biasanya menjelma dalam kediktatoran.

Cita-cita kenegaraan kekeluargaan dapat ditemukan dengan menafsirkan penjelasan UUD 1945 bab Umum ayat II, 1, yang berbunyi ‘… Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan…” Oleh karena itu cita-cita kenegaraan ini merupakan sumber dari mekanisme pemerintahan negara aka kehidupan kenegaraan didasarkan pula pada asas kekeluargaan, dimana warganya terdiri dari orang-orang yang tergabung di dalam kelompok-kelompok masyarakat; golongan-golongan politik dan golongan karya. Dalam lembaga-lembaga konstitusonal, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus dicerminkan atas kekeluargaan tersebut.
Dalam DPR diusahakan agar setiap daerah tingkat II sekurang-kurangnya mempunyai seorang wakil (pasal 5 ayat 2 huruf b), sehingga betapapun kecilnya jumlah penduduk suatu daerah tingkat II dan betapapun jauhnya suatu daerah tingkat II dari pusat pemerintahan negara, sebagai anggota “keluarga besar republik Indonesia”, daerah tingkat II dijamin mendapatkan seorang wakil. Dengan demikian daerah tingkat II tadi dapat ikut bermusyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan-keputusan pemerintah negara. Asas kekeluargaan ini lebih jelas lagi apabila dikaitkan dengan ketentuan pasal 6 II nomor 15 tahun 1969 dimana dinyatakan bahwa “jumlah anggota DPR yang dipilih dalam pemilihan umum di Jawa ditentukan seimbang dengan jumlah anggota yang dipilih di luar Jawa”, sekalipun kita semua mengetahui bahwa + 2/3 jumlah penduduk Indonesia bermukim di Jawa. Adapun anggota-anggota DPR yang diangkat berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat 2, 3, 4, dan 5, UNdang-Undang nomor 16 tahun 1969, yang mewakili anggota-anggota atau golongan-golongan masyarakat yang karena satu dan lain hal tidak ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu wakil-wakil ABRI dan non ABRI, juga dapat ditafsirkan sebagai perwujudan asas kekeluargaan. Dalam perkembangan lebih lanjut, kemudian ditetapkan bahwa anggota DPR dan DPRD yang diangkat itu hanya dari golongan karya ABRI, (pasal 16 ayat (4) dan pasal 17 ayat (4), serta pasal 24 ayat (4) UNdang-Undang nomor 2 tahun 1985).
      Dalam MPR, asas kekeluargaan juga dicerminkan dalam keanggotaannya dimana ditentukan bahwa anggota-anggota MPR terdiri dari anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah, golongan politik dan golongan karya. Keanggotaan MPR diusahakan mewakili semua golongan, semua daerah baik yang ikut serta maupun yang tidak  ikut serta dalam pemilihan umum, sehingga mereka sebagai anggota keluarga dapat ikut serta dalam pemerintahan negara.
·         Paham Unitarisma atau Kesatuan
Paham Unitarisma ini merupakan perwujudan dari sila persatuan Indonesia dimana sila persatuan Indonesia terkait dengan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sehingga dengan demikian pelaksanaan demokrasi Pancasila harus bersifat memperkokoh paham unitarisma ini. Pembukaan UUD 1945 mengenai bentuk negara mengandung pokok pikiran ini, dan selanjutnya dipertegas pada pasal 1 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
Paham unitarisma ini tercermin juga pada kelembagaan konstitusioal di tingkat Pusat. Sebagai implementasi dari aspek formalnya, maka dalam sistem pemerintahan negara, MPR adalah satu-satunya lembaga yang memegang kedaulatan negara dan penyelenggaraan kekuasaan negara tertinggi, yang mempunyai tugas menetapkan UUD, dan GBHN. Selanjutnya dinyatakan presiden sebagai mandataris MPR adalah pemegang kekuasaan pemerintahn tertinggi (pasal 4 ayat 1 penjelasan UUD 1945) dan pada presiden terletak kekuasaan dan tanggung jawab (concentration of power and responsibility upon the president).
Mengigat akan besarnya kekuasaan pemerintah negara, maka dalam rangka menjaga keseimbangan, di samping presiden sebagai lembaga eksekutif, diadakan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya :
§  DPR sebagai lembaga pelaksana fungsi legislative bersama-sama dengan presiden (Pasal 5 UUD 1945), DPR memakai sistem satu kamar (mono kameral).
§  DPA sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi konsultatif (pasal 16 UUD 1945)
§  BPK sebagai lembagayang melaksanakan fungsi inspektif (pasal 23 UUD 1945)
§  Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi judikatif (pasal 24 UUD 1945)
Dalam pelaksanaan tugas menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari presiden, mengingat ahwa lingkup tugas itu adalah sedemikian luasnya, mendekonsentrasikan wewenangnya secara horizontal kepada pembantu-pembantunya yaitu :
§  Menteri-menteri atau Pimpinan departemen-departemen (pasal 17 UUD 1945)
§  Pejabat-pejabat pimpinan lembaga non departemen
Khusus dibidang pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah dan koordinasi atas kegiatan-kegiatan instansi vertikal atau Kantor Wilayah Departemen di daerah wewenang tersebut dilimpahkan langsung kepada kepala wilayah atau daerah sebagai wakil pemerintah pusat di daerahdengan pembinaan dari departemen dalam negeri.
·                     Paham Negara Hukum
Aspek optative demokrasi Pancasila antara lain ialah negara hukum. Pembukaan, batang tubuh (pasal-pasal) dan penjelasan UUD1945 membuktikan hal tersebut.
Dalam pembukaan UUD 1945 dijumpai istilah-istilah “perikeadilan”, pada alinea I, “adil”, pada alinea II, “keadilan social, dan “kemanusiaan yang adil dan beradab” pada alinea ke IV. Istilah-istilah tersebut jelas berindikasi kepada pengertian negara hukum, oleh karena keadilan itu merupakan salah satu tujuan yang hendak diacapai oleh hukum.
              UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar” (pasal 4). Selanjutnya sumpah presiden dan wakil presiden antara lain berbunyi: …memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya…” (pasal 9). “Semua warganegara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjunghukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (pasal 27). Semua ketentuan ini, ditambah dengan adanya pembedaan kekuasaan dan membagikannya kepada lembaga-lembaga eksekutif (presiden dan menteri-menteri) legislative (presiden bersama DPR), konsultatif (DPA), inspektif (BPK) dan judikatif (mahkamah Agung) merupakan bukti-bukti tentang paham negara hukum.
Inti daripada negara hukum adalah bahwa sesuatu keputusan pemerintah tidak dapat diambil, apabila tidak didasarkan atas hukum yang sudah ada, dalam arti hukum yang wajar dan bukannya hukum yang diadakan secara mendadak atau yang sewenang-wenang. Dalam arti material, sesuatu tidak berlaku mendadak melainkan berdasarkan atas jenjang hukum yang telah ada dan atas keadilan. Segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak harys diatur oleh pemerintah.
·                     Paham Konstitusionalisme
Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan bahwa “pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak dapat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).” Hal ini berarti bahwa pemerintahan Indonesia menganut paham konstusionalisme, yaitu suatu pemerintahan yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang termuat dalam konstitusi. Suatu konstitusi akan menjadi fondasi negara, yang mengatur pemerintahannya, memerinci kekuasaannya dan memimpin tindakan-tindakannya. Kekuasaan badan-badan atau lembaga-lembaga negara, demikian pula kekuasaan pejabat-pejabat pemerintah hanyalah apa yang ditetapkan oleh konstitusi atau Undang-Undang Dasar baginya. Ini berarti bahwa setiap lembaga negara atau pejabat pemerintah yang melampaui ruang lingkup kekuasaan ang telah ditetapkan oleh konstitusi, kehilangan haknya untuk menuntut pengindahan dan ketaatan rakyat terhadap kebijaksanaan atau keputusannya.
Jaminan utama gara para lembaga-lembaga negara atau pejabat-pejabat pemerintah tidak melampaui batas kekuasaannya, adalah terlaksananya hak mengkritik dari rakyat dan pengisian jabatan-jabatan yang penting atau bersifat politis melalui pemilihan umum yang diadakan secara berkala. Dalam paham konstitusionalisme, maka UUD 1945 berfungsi sebagai:
§  Dokumen yuridis yang mengatur pembagian kekuasaan antara lembaga-lembaga atau badan-badan negara, yaitu antara legislative, eksekutif, inspektif, konsultatif dan yudikatif.
§  Institute yang menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintahan serta menjamin hak-hak warga negara, seperti hak antara pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan dan sebagainya.
Hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga konstitusional di tingkat pusat diatur dalam ketetapan MPR nomor III/MPR/1978. Ketetapan MPR itu hakikatnya merupakan penegasan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuandalam pasal-pasal UUD 1945.



·                     Supremasi MPR
“Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat”, demikian penjelasan UUD 1945, menegaskan kedudukan atau posisi MPR.
Oleh karena itu menurut pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, sedangkan pengertian kedaulatan pda uumumnya ditafsirkan sebagai kekuasaan negara yang tertinggi, maka dengan demikian negara kita yang menerapkan demokrasi Pancasila ini menganut ketentuan “Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
            Hal ini berarti pula bahwa negara kita menganut paham supremasi MPR. Supremasi MPR ini mengandung dua fungsi penting yaitu :
a.       MPR memiliki kekuasaan berdasarkan hukum (legal power) untuk menetapkan segala sesuatu yang telah ditegaskan oleh UUD 1945, yaitu: menetapkan UUD dan Garis-garis Besar Haluan Negara (pasal 3), memilih presiden dan wakil presiden (pasal 6), mengubah UUD (pasal 37).
b.      Tidak adanya otorita tandingan, baik perseorangan ataupun badan yang mempunyai kekuasaan untuk melanggar atau mengesampingkan sesuatu yang telah diputuskan oleh badan berdaulat (MPR) itu. Prinsip ini sebenarnya juga memperluas kekuasaan lembaga tertinggi negara tersebut sampai pada hal-hal yang belum atau tidak diatur secara tegas dalam UUD, dengan membuat ketetapan-ketetapan sendiri.
MPR sebagai penjelmaan rakyat Indonesia, melingkupi dan mengatasi kekuasaan dari badan-badan negara atau lembaga-lembaga tertinggi negara yang ada di bawahnya, yaitu: presiden dan wakil presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung.
            Apa yang tercantum dalam UUD 1945 dan penjelasannya mengenai MPR tersebut dipertegas oleh Ketetapan MPR nomor III/MPR/1978, dimana dinyatakan bahwa:
1.      MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelaksana dari kedaulatan rakyat.
2.      MPR memilih dan mengangkat presiden atau mandataris dan wakil presiden untuk membantu presiden.
3.      MPR memberikan mandate untuk melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara dan putusan-putusan majelis lainnya kepada presiden (pasal 3).
Lain daripada itu MPR dapat memberhentikan presiden sebelum habis masa jabatannya karena atas permintaan sendiri, berhalangan tetap dan sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara (pasal 4). “presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat…” (pasal 5 ayat 1) dan “…wajib memberikan pertanggungjawaban di hadapan Sidang Istimewa Majelis khusus yang diadakan…” (pasal 5 ayat 2).
            Pengambilan keputusan pada asasnya diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dan apabila ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

·                     Pemerintahan yang bertanggung jawab.
Menurut penjelasan UUD 1945 dan Ketetapan MPR no. III/MPR/1978, Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Adanya sistem tanggung jawab presiden ini sekaligus menunjukkan adanya sistem pemerintahan negara yang bertanggung jawab (responsible government) di dalam kerangka demokrasi Pancasila.
            Dalam teori dikenal dua macam pengertian tanggung jawab, yaitu tanggung jawab dalam arti sempit dan tanggung jawab dalam arti luas. Tanggung jawab dalam arti sempit yaitu “tanggung jawab tanpa sanksi”. Lalu tanggung jawab dalam arti luas yaitu tanggung jawab dengan sanksi.
            Pertanggungjawaban presiden dalam rangka demokrasi Pancasila menurut mekanisme UUD 1945 dapat ditafsirkan sebagai sistem tanggung jawab yang luas, yaitu tanggung jawab politis yang disertai sanksi. Hal ini diperkuat oleh adanya kemungkinan MPR setiap waktu memberhentikan presiden dari jabatannya.

·                     Pemerintahan Berdasarkan Perwakilan
UUD 1945 yang menganut paham kedaulatan rakyat dengan dasar dan bentuk negara kerakyatan melaksanakannya dalam praktek dengan membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan dianutnya ketentuan bahwa di samping presiden terdapat DPR maka sifat demokratisnya UUD 1945, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, memperoleh bentuk yang lebih nyata. Dengan demikian demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan permusyawaratan dimana warga negaranya melaksanakan hak-hak yang sama, tetapi melalui wakil-wakilnya yang dipilih oleh dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui proses-proses pemilihan yang bebas. Hal ini dikenaal sebagai pemerintahan yan berdasarkan perwakilan (representative government).
            Pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat adalah merupakan suatu keharusan dan suatu lembaga yang sangat vital untuk demokrasi, bahkan merupakan aspek formal dari demokrasi Pancasila. Suatu pemilihan umum yang bebas dan rahasia berarti bahwa dalam suatu jangka waktu tertentu rakyat akan mendapat kesempatan untuk menyatakan hasrat dan keinginannya terhadap garis-garis politik yang harus diikuti oleh negara dan masyarakat dan terhadap orang-orang yang harus melaksanakan kebijaksanaan tersebut.
            Sekalipun diatas telah dijelaskan bahwa adanya wakil-wakil rakyat yang dipilih secara bebas dan rahasia merupakan syarat mutlak bagi demokrasi, bahkan merupakan aspek formal dari Demokrasi Pancasila, adanya wakil-wakil rakyat yang diangkat itu dapat diterima, mengingat anggota ABRI memang tidk memiliki hak memilih dan dipilih, serta diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum tersebut.

·                     Sistem Pemerintahan Presidensial
UUD 1945 yang mengatur kekuasaan pemerintahan negara, dalam pasal 4 menetapkan bahwa presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Selanjutnya menurut pasal 12 presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Pada penjelasan UUD 1945 ditegaskan lagi, bahwa menteri-menteri ialah pembantu presiden; menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Ketentuan ini adalah konsekuensi dianutnya sistem presidensial dalam pemerintahan (Presidential Government), dimana kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan presiden, dengan demikian UUD 1945 menolak sistem tanggung jawab menteri seperti dikenal dalam sistem parlementer.
            Sebenarnya apabila sistem presidensial ini dikaitkan dengan sistem pemerintahan yang bertanggung jawab, seperti diuraikan sebelumnya, maka kita dapati sesuatu yang unik (khas), yaitu apabila ditinjau dari sistem tanggung jawab menteri-menteri sistem pemerintahan menurut UUD 1945 adalah presidensial, sedangkan kalau ditinjau dari segi kedudukan presidendan pertanggung jawabannya kepada suatu badan Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka pada hakikatnya juga merupakan sistem parlementer.

2.5       Unsur-Unsur Demokrasi Pancasila
·                     Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila
1.      Perlindungan terhadap hak asasi manusia
2.      Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
3.      Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh PresidenBPKDPR atau lainnya
4.      adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
5.      Pelaksanaan Pemilihan Umum
6.      Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
7.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban
8.      Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
9.      Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
10.  Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan
§     Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtstaat)
§     Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
            absolutisme (kekuasaan tidak terbatas)
§     Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat.

·                     Fungsi Demokrasi Pancasila
1.      Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara, misalkan:
§  Ikut menyukseskan Pemilu
§  Ikut menyukseskan pembangunan
§  Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2.      Menjamin tetap tegaknya negara RI
3.      Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4.      Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5.      Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6.      Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.

2.6      Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang
1.                  Bidang ekonomi
Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi. Pemerintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan negara. Dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi. Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.

2.                  Bidang kebudayaan nasional
Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik. Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan.












BAB 3
ANALISIS DATA

3.1       Analisis Komparatif (Perbedaan Demokrasi Pancasila dengan Demokrasi Negara Lain

1.                  Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
·         Dasar Demokrasi Pancasila
-          Kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD’45)
-          Negara yang berkedaulatan, pasal 1 ayat (2) UUD 1945
·         Makna Demokrasi Pancasila
Keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, demokrasi Pancasila berlaku semenjak orde baru. Demokrasi Pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai Pancasila. Dalam demokrasi Pancasila Rakyat adalah subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut aktif “menentukan” keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang telah dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan bertumpu pada:
a.                   Demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa
b.                  Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia
c.                   Berkedaulatan rakyat
d.                  Didukung oleh kecerdasan warga negara
e.                   Sistem pemisahan kekuasaan negara
f.                   Menjamin otonomi daerah
g.                  Demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law
h.                  Sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak
i.                    Mengusahakan kesejahteraan rakyat
j.                    Berkeadilan sosial

2.         Demokrasi Komunis
            Demokrasi Komunis adalah demokrasi yang sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata. Demokrasi komunis munsul karena adanya komunisme. Awalnya komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia.
            Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar, namun pengorganisasian buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran politburo sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh politburo. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul’ dan tidak lagi diminati.
           Masyarakat sosialis-komunis mendefinisikan rakyat sebagai lapisan rakyat yang menurut mereka, adalah rakyat miskin dan tertindas di segala bidang kehidupan. Rakyat miskin (kaum proletar dan buruh) akan memimpin revolusi sosialis melalui wakil-wakil mereka dalam partai komunis. Kepentingan yang harus diperjuangkan bukalnah kemerdekaan pribadi. Bahkan, kemerdekaan pribadi menurut masyarakat sosialis-komunis harus ditiadakan karena satu-satunya kepentingan hanyalah kepentingan rakyat secara kolektif, yang dalam hal ini diwakili oleh partai komunis. Dengan demikian masyarakat sosialis-komunis, juga mengakui kedaulatan rakyat. Merekapun menjunjung tinggi demokrasi, yang dikenal sebagai demokrasi komunis.

3.         Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislative lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer presiden menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer.
            Di Indonesia demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah no. 14 november 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat representasi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Ciri-ciri demokrasi Liberal:
·         Control terhadap negara alokasi sumber daya alam dan manusia dapat tekontrol.
·         Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional
·         Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
·         Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya.

3.2       Kesimpulan Analisis
            Jadi, perbedaan dari ketiga sistem demokrasi ini adalah demokrasi Pancasila dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena demokrasi Pancasila berasaskan sila-sila Pancasila yang berlaku di Indonesia. Demokrasi Komunis bersifat sangat keras, karena semua bidang-bidang di dalam negara yang menggunakan sistem demokrasi ini dikuasai oleh negara atau pemerintah. Jadi pihak swasta ataupun rakyat tidak diperbolehkan ikut campur dalam pemerintahan. Sedangkan demokrasi Liberal hampir sama dengan demokrasi Pancasila, tetapi yang membedakan demokrasi Liberal dan demokrasi Pancasila adalah saat pengambilan keputusan pada saat terlibat masalah atau pemilihan umum.




BAB 4
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
Negara-negara modern dewasa ini yang menamakan diri negara demokrasi, sekalipun dalam praktek pelaksanaan demokrasi pada mekanisme pemerintahannya berbeda-beda, berusaha menciptakan suatu sistem politik yang dapat menjamin perkembangan dan pertumbuhan kekuatan nasionalnya. Seperti kita telah pahami semua bahwa demokrasi Pancasila adalah “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan” yang sebagai salah satu sila dari Pancasila dikualifikasikan oleh sila-sila yang lain. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang ber keTuhanan Yang Maha Esa, ber kemanusiaan yang adil dan beradab, ber persatuan Indonesia dan ber Keadilan sosial.
Ciri-ciri khas demokrasi Pancasila dari aspek materiilnya ialah kekeluargaan dan kegotong-royongan, bernafaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang dari aspek formalnya berwujud tata cara pengambilan keputusan yang pada prinsipnyadidasarkan atas musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian tidak akan terjadi “dominasi mayoritas” ataupun “tirani minoritas”, sebab paham atau pengertian mayoritas dan minoritas tidak sesuai dengan semangat kekeluargaan.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi memiliki aspek-aspek demokrasi yang aspek formalnya, berupa pemberian kesempatan kepada rakyat memilih wakil-wakilnya dari partai-partai politik melalui pemilu. Demokrasi Pancasila yang memiliki aspek-aspek demikian ini dapat diterapkan atau dilaksanakan baik pada suasana kehidupan politik pemerintah (suprastruktur) maupun pada suasana kehidupan politik rakyat (infrastruktur).
Pelaksanaan demokrasi Pancasila prinsip-prinsipnya adalah:
·         Cita-cita kenegaraan kekeluargaan
·         Paham kesatuan
·         Paham negara hukum
·         Paham konstitusionalis
·         Supremasi MPR
·         Pemerintahan yang bertanggung jawab
·         Pemerintahan berdasarkan perwakilan
·         Pemerintahan presidensial
·         Pemerintahan yang diawasi parlemen
·         Bukan sekularisma dan bukan clerikalisma atau Theokrasi.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada lembaga-lembaga Pemerintah Daerah mengikuti mekanisme yang berlaku bagi lembaga-lembaga konstitusional.

4.2       Saran
            Sebagai warga negara Indonesia yang berbakti kepada negara Indonesia tercinta. Kita harus selalu mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan yang sesuai dengan demokrasi Pancasila atau sila-sila Pancasila. Sebenarnya kita masih beruntung mendapatkan demokrasi Pancasila bukanlah demokrasi Komunis, karena demokrasi Pancasila masih memberikan kesempatan bagi kita warga negaranya untuk mengutarakan pendapat.
            Jadi, kita tidak melestarikan atau melupakan Pancasila ini maka demokrasi Pancasila ini akan tergantikan dan terlupakan sehingga lama-kelamaan akan menghilang.





Daftar Pustaka
1.      Cita dan Citra Hak Hak Asasi Manusia di Indonesia, karangan Ramdlon Naning, S.H. diterbitkan oleh Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1983.
2.      Drs. Chotib, dkk. 2007. Kewarganegaraaan 1 Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Penerbit Yudhistira.
3.      Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu
4.      Ujan AA,et.al. 2008. Pancasila Sebagai Etika Sosial Politik Bangsa Indonesia. Jakarta: MPK Universitas Atma Jaya Jakarta
5.      www.wikipedia.com